18 Februari 2015
Sahabat Itu Berarti
Angin yang berhembus membawa kesejukan,
ketenangan, dan kedamaian di dalam
hati ini. Angin ini
berhembus dan menjalar ke seluruh tubuhku. Aku harap ini hanya angin biasa
bukan muson dari timur atau barat atau bahkan angin tornado asal Amerika. Angin ini membawaku sejenak melupakan masalah demi masalah yang menerpa diriku. Saat angin itu menghembuskan udara serasa
menyejukkan hati, hilang sudah semua penat masalahku walaupun hanya sementara,
setidaknya beban ini sedikit dapat berkurang. Hembusan angin perlahan menepa semakin kencang
seiring dengan kecepatan motor yang kutambah. Hingga akhirnya aku sampai di
sebuah rumah, sebuah rumah bergaya modern lama namun tampak teduh. Sekilas
bising keramaian lalu lalang motor memecah keheningan di depan rumah tersebut,
maklumlah rumah ini terletak di sebuah gang yang padat penduduknya. Aku pun
mengirim pesan pada si empunya rumah,
ia datang turun dari lantai dua rumahnya.
“Sedang apa kamu kemari?”, pertanyaan
singkat dari sahabatku Ari, menunjukkan
rasa perhatian pada diriku.
“Aku ingin menyejukkan
perasaanku yang sedang gundah ini”, jawabku.
“Di rumahmu yang teduh ini”, imbuhku.
“Masalah apa lagi yang menerpa dirimu?”, sebuah pertanyaan, yang langsung menuju
intinya tanpa diawali basa-basi, ciri khas seorang Ari.
“Aku masih belum bisa lepas
dengan masalah itu, masalah yang sama. Paling tidak ijinkan aku merasakan teduhnya rumahmu
yang bagai pohon rindang di tepi jalan Darmo ini“, jawabku
bimbang.
“Hah, emang
rumahku penampungan buat orang yang gundah sepertimu”, jawabnya kesal. “Baik,
masuklah unutk kali ini saja”, tambahnya.
“Selalu, kata-kata yang sama setiapku datang
kemari dalam keadaan seperti ini, bagai pelangi yang selalu datang setelah
hujan deras untuk membuat cerah hari-hari manusia yang sedang berdiri
membelakangi matahari“, jawabku dalam hati.
Kucurahkan semua penatku, keluhku, dan juga perasaanku yang mengganjal kepadanya.
Semuanya berawal saat
aku jatuh cinta pada seseorang, seorang pria yang bagiku terlihat sempurna.
Leo, sebuah nama yang kuketahui namanya dari Ari.
“Kamu suka sama si Leo?”, pertanyaan Ari
yang keluar secara spontan. “Kamu pasti bercanda kan?”, tambahnya.
“Ada apa emang?
Apa yang salah soal jatuh cinta?“, tanyaku pada Ari.
“Jatuh cintanya ngga salah tapi subjekmu
yang salah, Leo itu murid baru, kamu bahkan belum kenal dia siapa, dia gimana, dan orangnya seperti apa, ya
kan?”, lagi-lagi pertanyaan yang menohok perasaanku.
“Tapi hatiku udah terlanjur jatuh saat di
perpustakaan tadi”, jawabku tegas, sedikit tak percaya.
“Tumben
kamu rajin banget ke perpustakaan, udah kayak orang pinter“, kata Ari
mengejekku meski ia tahu kebiasaanku.
Aku
pun bercerita kepadanya tentang kejadian di perpustakaan, hari ini adalah hari
Selasa, sudah jadwal tetapku di hari selasa ini untuk meminjam Ensiklopedia
Geografi yang baru dan mengembalikkan ensiklopedia yang aku pinjam minggu lalu
di perpustakaan. Setelah aku mengembalikan ensiklopedia seri ke IX aku pun
berjalan menuju rak buku ensiklopedia untuk mengambil ensiklopedia seri ke X.
Namun aku kaget bukan main, bagaikan petir yang menyambar tubuhku secara tidak
sengaja, ensiklopedia seri ke X itu sudah tidak ada di tempatnya. Ini adalah
seri terakhir ensiklopedia dari pelajaran yang paling aku sukai, Geografi,
namun bagai hujan salju yang jatuh menimpaku, membuat tubuhku membeku dan aku
pun berjalan gontai menanyakan pada penjaga perpustakaan siapakah yang meminjam
Ensiklopedia seri ke X ini.
“Leo“, jawaban sedikit keras namun singkat
dari Ibu Santi , penjaga perpustakaan, namun membuatku berpikir panjang.
“Ada apa bu, kok sebut nama saya?“,
terdengar suara dari belakangku
“ Ini ada Vira, dia biasanya pinjem Ensiklopedia Geografi itu tiap
hari selasa, tapi udah kamu pinjem duluan”, jelas Bu Santi.
“Maaf, saya ngga tau kalo ensiklopedia ini ada yang minjem tiap minggunya, ini silahkan kamu pinjem aja”, sambil berkata dia menyodorkan ensiklopedia setebal
155 halaman itu padaku.
“Lagian,
aku uda baca kok mulai seri I sampai X, aku cuman mau baca sebentar tadi,
karena lagi ada waktu luang”, imbuhnya.
“Kamu uda baca yang seri ke-VI, edisi
khusus?”, tanyaku spontan dan penasaran.
“Tentu saja”, jawabnya sedikit sombong.
Seri
Ensiklopedia Geografi memang bemula dari seri I-X, namun di seri ke VI
ensiklopedia mengeluarkan edisi spesial, yang secara khusus membahas mengenai
bagaimana dunia dan benua-benuanya terbentuk melalui ilmu-ilmu yang ada pada
pelajaran Geografi. Edisi khusus ini dikeluarkan pada seri ke VI untuk
menandakan adanya enam benua di bumi ini; Amerika, Asia, Afrika, Australia,
Antartika dan Eropa.
“Luar biasa“, teriakku dalam hati. Bahkan
akupun belum pernah membaca edisi khusus itu selain tidak ada di pepustakaan
sekolah, harga buku itu amatlah mahal untuk kubeli.
Baru kali ini aku
menemukan seseorang yang mau membaca Ensiklopedia Geografi yang kata
teman-temanku membosankan, namun Leo justru membacanya di waktu luangnya. Aku
merasa jatuh cinta untuk kedua kalinya. Iya, kedua kalinya karena dulu aku
pernah jatuh cinta dengan orang yang mirip dengan Leo.
“Ayo, kita ke kantin dulu”, ajak Ari
kepadaku.
“Aku laper,
lama-lama dengerin curhatanmu yang seakan ngga ada titiknya”, tambahnya
menggerutu.
“Aku inget Virga kalo lagi makan di kantin
ini”, kata-kata yang sama yang selalu keluar dari mulut Ari setiap kami makan
di kantin pojok sekolah.
Virga,
seorang lelaki yang mampu meluluhlantakkan hatiku untuk pertama kalinya, sebuah
perasaan yang tak bisa di bendung seperti awan cumulusnimbus yang tebal dan sulit untuk hilang. Perasaan yang
seperti awan cumulusnimbus, di satu
sisi memberikan warna terhadap cuaca di bumi dengan petir, awan hitam pekat dan
hujan yang amat deras, di sisi lain seperti berkah bagi petani untuk
menghapuskan musim kemarau yang berkepanjangan. Perasaan yang memang sulit
ditebak namun itu pasti.
Virga-lah lelaki
pertama yang membuatku jatuh cinta untuk pertama kalinya, dialah yang membuka
mataku akan indahnya dunia Geografi dibalut dengan kejadian-kejadian pasti yang
terjadi di alam ini. Virga adalah orang yang membuka mataku bahwa Geografi
adalah salah satu ilmu sosial yang berkaitan langsung dengan alam dan memiliki
posisi penting dalam keterkaitan bidang ilmu pengetahuan alam dan sosial.
Geografi adalah satu-satunya ilmu pengetahuan sosial yang berkaitan langsung
dengan cabang ilmu pengetahuan alam seperti Fisika, Kimia dan Biologi. Seorang
Vira yang dulunya amat menggemari dan mendewakan ilmu pengetahuan alam
dibuatnya kagum dan tak berdaya akan ilmu geografi yang begitu luas.
“Geografi itu tidak pernah kaku, tidak
seperti Matematika yang 1+1= pasti 2, geografi itu berkembang seiring dengan
waktu, penelitian dan percobaan, sebuah ilmu yang indah untuk dipelajari”, kata
Virga mengebu-gebu.
Aku
sendiri sebenarnya bingung, bagaiman bisa aku mendengarkan ocehannya ini. Lalu
aku berusaha mengingatnya, benar, dialah anak SMA kelas X pertama yang dengan
berani menghadap kepala sekolah untuk mengajukan dibukanya Laboratorium
Geografi, semua yang dikatakannya tadi dipresentasikan di depan kepala sekolah,
di kantor kepala sekolah tepatnya. Tak hanya di depan kepala sekolah namun
sekarang dia juga sedang menerangkannya padaku dan seluruh murid di SMA Cita Harapan ini. Dia berusaha meyakinkan
dan menggalang dukungan untuk dibukanya Laboratorium Geografi di SMA ini untuk
pertama kalinya. Selain itu, Ari juga mendukung gerakan Virga ini, Ari
memanglah anak yang penuh semangat dan berjiwa tegas dan selalu memperjuangkan apa
yang menurutnya merupakan hal terbaik bagi dirinya dan orang di sekitarnya.
Sehingga Ari dan Virga pun dengan cepat menjadi akrab dan bersahabat.
Semenjak
hari itu, aku selalu bertanya-tanya pada Virga tentang ilmu sosial, tentang
geografi dan segalanya yang berkaitan. Ari, sahabatku sejak aku berada di SMP
Bumi Kita, juga selalu ikut dengan kami dalam berdiskusi perihal itu semua.
Tempatnya pun beragam mulai dari kelas, perpustakaan, hingga rumah Ari yang
teduh pun kami buat tempat untuk belajar dan mengerjakan tugas sekolah.
Hari-hari yang menyenangkan bagi kami bertiga hingga suatu hari, hari dimana
kami menamainya Black Monday, Virga
dan Ari dipanggil kepala sekolah.
“SMA ini adalah sekolah menengah atas yang
menerapkan berbagai ilmu mulai sosial sampai alam, lalu mengapa saya harus
membuka laboratorium khusus Geografi, yang jelas tidak membutuhkan laboratorium
untuk mempelajarinya!”, ujar Pak Burhan, kepala SMA Cita Harapan.
“Permintaan kalian saya tolak, dukungan yang
diberikan siswa juga tidak valid dan
tidak mewakilkan keinginan mayoritas siswa, dan saya minta kalian menghentikan
aksi untuk pembangunan Laboratorium Geografi ini, saya mohon maaf”, tambah Pak
Burhan.
Rasa
kesal, karena ketidakadilan yang terjadi menyelimuti Virga,
“Ini tidak adil, Laboratorium Fisika, Kimia
bahkan Biologi tiap tahunnya diperbaharui dan diperbaiki menjadi lebih baik dan
lebih baik lagi, masak hanya untuk
membuka laboratorium Geografi yang baru tidak mampu!”, ujar Virga kesal.
“Tenanglah Ga, akan aku cari bantuan dari alumni
sekolah ini untuk membantu membangun laboratorium idaman anak IPS ini”, kata
Ari memberi semangat.
“Aku kesal Ri, aku ingin saat aku naik ke
kelas XI nanti dan mengambil jurusan IPS, aku bisa menggunakan laboratorium
Geografi itu”, tambah Virga.
“Baiklah aku akan minta bantuan ke ayahnya
Reza, yang tahun ini terpilih sebagai Ketua Ikatan Alumni SMA Cita Harapan”,
ujar Ari penuh harap.
“Terima kasih, teman“, kata Virga.
“Teman?!!”, kata Ari menyahut. “Ayolah, kita ini sahabat!!!”, ujar Ari keras.
Aku yang memandang dari
kejauhan sangat amat senang melihat sahabatku sejak SMP dan orang yang
membuatku jatuh cinta begitu akrab. Aku merasa direstui oleh alam dan Yang Maha
Penguasa untuk menyatukan perasaanku dengan Virga. Iniliah pertama kalinya aku
jatuh cinta, kepada seorang yang bernama Virga. Sebuah perasaan yang bermula
dari rasa suka, kagum biasa, yang berubah menjadi jatuh hati dan jatuh cinta.
Title and Opening by: Suryati Nanda Sari
Content and Story by: A.R.A.S
Next: Sahabat Itu Berarti (Kapan) ?
Cerita ini hanyalah karangan atau fiksi
belaka, apabila terjadi kesamaan dalam cerita, nama, tempat maupun peristiwa,
itu hanyalah bentuk ketidaksengajaan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar